Monday, March 23, 2009

Pembinaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Pembinaan Disiplin PNS


Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan

selain sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat.

Dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa "Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil".

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang "Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil". Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
1. Kewajiban,
2. Larangan,
3. Hukuman disiplin,
4. Pejabat yang berwenang menghukum,
5. Penjatuhan hukuman disiplin,
6. Keberatan atas hukuman disiplin,
7. Berlakunya keputusan hukuman disiplin.

Kewajiban

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 mengatur kewajiban-kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut.
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib,

Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah,

Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain,

Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil,

Mengangkat dan menaati Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/Janji jabatan berdasarkan peraturan perandang-undangan
yang berlaku,

Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya,

Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah, baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum,

Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab,

Bekerja dengan jujur, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara, Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil,

Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara atau Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiel,

Menaati ketentuan jam kerja,

Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik,

Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya,

Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing,

Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya,

Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya,

Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya,

Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja,

Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya,

Menaati ketentuan perundang-undangan tentang perpajakan,

Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil dan terhadap atasan,

Hormat menghormati antara sesama Warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan,

Menjadi teladan sebagai Warga Negara yang baik dalam masyarakat,

Menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,

Menaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang,

Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.


Larangan

Dalam Pasal 3 ayat (1) diatur larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut.
Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang,

Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil,

Menyalahgunakan wewenangnya,

Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk Negara Asing,

Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik Negara

Memiliki, menjual, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah,

Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain didalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara,

Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya,

Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja, dari siapapun juga yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,

Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemar-kan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan,

Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya,

Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya, sehingga mengakibatkan kerugi-an bagi pihak yang dilayaninya,

Menghalangi berjalannya tugas kedinasan,

Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain,

Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah,

Memiliki saham dalam suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya, yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa, sehingga pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan,

Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya,

Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan, atau komisaris perusahaan swasta, bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I,

Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain


Pembatasan Berusaha

Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang.

Untuk mendapatkan izin melakukan usaha dagang, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta tersebut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang.

Permintaan izin melakukan usaha dagang akan ditolak oleh pejabat yang berwenang, apabila kegiatan usaha dagang tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, atau dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Pegawai Negeri Sipil.


Pelanggaran Disiplin

Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar jam kerja.

Pegawai Negeri Sipil dinyatakan melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut secara sah terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau larangan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

Keterangan :

Ucapan, adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya,

Tulisan, adalah pernyataaan pikiran dan atau perasaaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dann lain-lain yang serupa dengan itu

Perbuatan, adalah setiap tingakh laku, sikap, atau tindakan.

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran dsiiplin dijatuhi hukuman disiplin menurut ketentuan yang berlaku oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Hukuman Disiplin

Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil karena melangar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Tingkat hukuman disiplin adalah,

Hukuman disiplin ringan,

Hukuman disiplin sedang, dan

Hukuman disiplin berat.


Jenis hukuman disiplin adalah sebagai berikut.

1. Hukuman disiplin ringan, terdiri atas :

Tegoran lisan,

Tegoran tertulis,

Pernyataan tidak puas secara tertulis.


2. Hukuman disiplin sedang, terdiri atas :

Penundaaan kenaikan gaji berkala untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,

Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,

Penundaan kenaikan pangkat untuk sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.


3. Hukuman disiplin berat, terdiri atas :

Penurunan pangkat pada pangkat yang satu tingkat lebih rendah untuk sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,

Pembebasan dari jabatan untuk masa sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun,

Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,

Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Setiap hukuman disiplin dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sesuai tata cara tersebut dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


Pejabat Yang Berwenang Menghukum

Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin. Ketentuan mengenai pejabat yang berwenang menghukum diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, maka pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah sebagai berikut.

Presiden, untuk jenis hukuman disiplin :

pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai

Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,

pembebasan dari jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I, atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden.

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin :

pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,

pembebasan dari jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan serta pemberhentiannya berada di tangan Presiden.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi, untuk semua Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin :

pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,

pembebasan dari jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan serta pemberhentiannya
berada di tangan Presiden.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota, untuk semua Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan masing-masing, kecuali untuk hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c keatas, atau Pegawai Negeri Sipil Daerah yang menduduki jabatan yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden.

Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, bagi Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang dipekerjakan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, diperbantukan/ dipekerjakan pada Negara Sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin berupa:

a. Tegoran lisan,
b. Tegoran tertulis,
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis, dan
d. Pembebasandarijabatan.


Pendelegasian wewenang menjatuhkan hukuman disiplin

Untuk lebih menjamin daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pelaksanaan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dapat mendelegasikan sebagian wewenang penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat lain di lingkungan masing-masing, kecuali mengenai hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah.

Pendelegasian wewenang menjatuhkan hukuman disiplin dilaksanakan dengan surat keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.


Penjatuhan Hukuman Disiplin

Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin, oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan hukuman disiplin harus memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.


Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin

Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin diadakan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran disiplin.

Pemeriksaan juga bertujuan untuk mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong pelanggaran disiplin tersebut. Pemeriksaan dilaksanakan sebndiri oleh pejabat yang berwenag menghukum.


Kewajiban melapor

Apabila pejabat pada waktu memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin berpendapat, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan-nya hukuman disiplin yang wajar dijatuhkan adalah di luar wewenangnya, maka pejabat tersebut wajib melaporkan hal itu kepada pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi melalui saluran hirarki.

Laporan tersebut disertai dengan hasil-hasil pemeriksaan dan bahan-bahan lain yang diperlukan. Pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi wajib memperhatikan dan mengambil keputusan atas laporan itu.


Keputusan Hukuman Disiplin

Sebelum menetapkan keputusan penjatuhan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan saksama laporan hasil pemeriksaan pelanggaran disiplin.

Hukuman disiplin harus setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan dan harus dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadap-nya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.

Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.

Hukuman disiplin yang berupa "tegoran lisan" disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Hukuman disiplin berupa "tegoran tertulis", rnyataan tidak puas secara tertulis", "penundaan kenaikan gaji berkala", "penurunan gaji", "penundaan kenaikan pangkat", "penurunan pangkat", "pembebasan dari jabatan", "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil", dan "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang menghukum.


Penyampaian keputusan hukuman disiplin

Pegawai Negri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dipanggil untuk menerima keputusan hukuman disiplin pada waktu dan tempat yang ditentukan. Keputusan hukuman disiplin disampaikan secara langsung oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin.

Penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut dapat dihadiri pegawai lain, dengan ketentuan bahwa pangkat dan jabatan pegawai yang hadir tidak boleh lebih rendah dari pangkat dan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin.

Hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden disampaikan oleh pimpinan instansi tempat Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin bekerja.


Keberatan Terhadap Hukuman Disiplin

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dapat mengajukan keberatan atas keputusan hukuman disiplin, kecuali terhadap hukuman disiplin tingkat ringan dan hukuman disiplin berupa "pembebasan dari jabatan".

Keberatan terhadap keputusan hukuman disiplin disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum, yaitu atasan langsung pejabat yang berwenang menghukum, melalui saluran hirarkhi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal penyampaian keputusan hukuman disiplin.

Setiap atasan yang menerima keberatan terhadap hukuman disiplin wajib meneruskan keberatan tersebut kepada atasannya selambat-lambatnya selama 3 (tiga) hari kerja sejak ia menerima surat pernyataan keberatan tersebut.

Pejabat yang berwenang menghukum yang juga menerima pernyataan keberatan, meneruskannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum, disertai catatan-catatan yang dianggap perlu sehubungan keputusan hukuman disiplin yang ditetapkan olehnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ia menerima surat pernyataan keberatan tersebut.

Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan saksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum selambat-lambatnya dalam tempo 1 (satu) bulan sudah harus membuat keputusan mengenai keberatan terhadap hukuman disiplin. Keputusan tersebut dapat menguatkan atau mengubah keputusan penjatuhan hukuman disiplin yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum tidak dapat diganggu-gugat dan harus dilaksanakan oleh semua pihak.

Pegawai Negeri Sipil berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah yang dijatuhi hukuman disiplin berupa "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil" atau "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek). Terhadap hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden tidak dapat diajukan keberatan.


Berlakunya Hukuman Disiplin

Hukuman disiplin ringan berlaku terhitung mulai saat keputusan hukuman disiplin disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, hukuman disiplin tingkat sedang dan berat berlaku mulai hari ke limabelas sejak penyampaian hukuman disiplin, kecuali hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pimpinan instansi.

Hukuman disiplin berupa "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil" dan "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah, berlaku mulai hari ke lima belas sejak penyampaian keputusan hukuman disiplin, apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi kedua jenis hukuman disiplin tersebut.

Hukuman disiplin berupa "pembebasan dari jabatan" berlaku mulai saat disampaikan, dan hams segera dilaksanakan.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu dan tempat yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin berlaku mulai hari ke 30 (tiga puluh) terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.


Hapusnya Kewajiban Menjalankan Hukuman Disiplin
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin berupa "penundaan kenaikan gaji berkala" dan "penurunan gaji", dan "penurunan pangkat" dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.

Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin berupa "penundaan kenaikan gaji berkala", "penurunan gaji", dan "penurunan pangkat" dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.


Pelanggaran Disiplin Oleh Calon Pegawai Negeri Sipil

Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat karena pelanggaran disiplin tidak dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.


Kartu Hukuman
Setiap jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan, dicatat dalam Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian.

Apabila Seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari instansi yang satu ke instansi lain, Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil dikirim oleh pimpinan instansi lama kepada pimpinan instansi yang baru.

Bahan bacaan :

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun ig8o tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


Sumber : Kepegawaian Negara

Friday, March 20, 2009

Perkawinan Pegawai Negeri Sipil

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.

Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pegawai Negeri Sipil dan pejabat yang tidak menaati atau melanggar ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin.

Untuk kepentingan penyelenggaraan sistem informasi kepegawaian, setiap perkawinan, perceraian, dan perubahan dalam susunan keluarga Pegawai Negeri Sipil harus segera dilaporkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut tata cara yang ditentukan.

Perkawinan

Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan wajib segera melaporkan perkawainannya kepada pejabat. Laporan perkawinan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya l (satu) tahun terhitung mulai tanggal pernikahan.

Ketentuan tersebut di atas juga berlaku untuk janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan kembali atau Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat.


Catatan:
Yang dimaksud dengan pejabat ialah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil, atau pejabat lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki wewenang memberikan atau menolak permintaan izin perkawinan atau perceraian Pegawai Negeri Sipil


Perceraian

Untuk dapat melakukan perceraian, Pegawai Negeri Sipil yang hendak bercerai harus memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila terdapat alasan-alasan sebagai berikut.

Salah satu pihak berbuat zina,

Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya,

Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung,

salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain,

Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Surat permintaan izin perceraian diajukan kepada pejabat melalui saluran hirarki. Permintaan izin perceraian harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian mengenai alasan-alasan untuk melakukan perceraian seperti tersebut di atas.


Kewajiban Atasan

Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian harus berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang hendak bercerai tersebut. Apabila usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan izin perceraian tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki dengan disertai pertimbangan tertulis. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan obyektif suami isteri tersebut dan memuat saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi pejabat untuk mengambil keputusan.

Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian, wajib menyampaikannya kepada pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin perceraian.

Setiap pejabat hams mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin perceraian tersebut.


Kewajiban Pejabat

Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang akan bercerai dengan cara memanggil mereka, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Apabila tempat suami isteri yang bersangkutan jauh dari kedudukan pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan suami isteri itu. Apabila dipandang perlu pejabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami isteri yang bersangkutan.

Apabila usaha merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan tidak berhasil, maka pejabat mengambil keputusan atas permintaan izin perceraian. Dalam mengambil keputusan pejabat mempertimbangkan dengan seksama,

alasan-alasan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin perceraian,

pertimbangan atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serta

keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri tersebut.

Permintaan izin untuk bercerai diberikan, apabila :

Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya,

Alasan yang dikemukakan benar/sah,

Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan atau

Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal yang sehat.

Penolakan atau pemberian izin untuk melakukan perceraian dinyatakan dengan surat keputusan pejabat.

Pegawai Negeri Sipil menerima gugatan cerai, melaporkan adanya gugatan perceraian tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 6 (enam ) hari setelah menerima surat gugatan percerai. Atasan dan pejabat yang menerima laporan gugatan perceraian berusaha merukunkan kembali suami istri yang hendak bercerai tersebut. Apabila usaha untuk merukunkan kembali suami istri tidak berhasil, maka pejabat mengeluarkan surat keterangan untuk melakukan perceraian

Pegawai Negeri Sipil yang menerima surat izin cerai atau surat keterangan untuk melakukan perceraian, apabila telah melakukan perceraian wajib melaporkan perceraian tersebut selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal perceraian tersebut.


Pembagian Gaji Akibat Perceraian

Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan sepertiga gajinya untuk anak-anaknya.

Apabila pernikahan mereka tidak dikaruniai anak, maka setengah dari gajinya diserahkan kepada isterinya.

Apabila perceraian terjadi atas kehendak suami isteri, maka pembagian gaji dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang bercerai.

Bekas isteri berhak atas bagian gaji walaupun perceraian terjadi atas kehendak isteri (Pegawai Negeri Sipil pria menjadi pihak tergugat) apabila alasan perceraian tersebut adalah karena dimadu, atau karena Pegawai Negeri Sipil pria melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabok/ pemadat/penjudi, atau meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah.

Pembagian gaji seperti tersebut diatas tidak harus dilaksanakan apabila alasan perceraian karena pihak isteri melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabok/pemadat/ penjudi, dan atau meninggalkan suami selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah.

Apabila bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembagian gaji dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi.

Agar supaya pembagian gaji seperti tersebut benar-benar dilaksanakan, maka pejabat wajib mengatur tata cara penyerahan bagian gaji kepada masing-masing pihak yang berhak melalui saluran dinas.

Pegawai Negeri Sipil pria yang menolak melakukan pembagian gaji menurut ketentuan yang berlaku dan atau tidak mau menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian dijatuhi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


Pegawai Negeri Sipil Pria Yang Akan Beristeri Lebih Dari Seorang

Undang-undang Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun hanya apabila dipenuhi persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan seorang pria dimungkin-kan beristeri lebih dari seorang, apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan apabila memenuhi syarat-syarat alternatif dan syarat-syarat kumulatif sebagai berikut.

Syarat alternatif, yaitu :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,
b.isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau
c.isteri tidak dapat melahirkan keturunan


Syarat kumulatif, yaitu :
a. ada persetujuan tertulis dari isteri
b. Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan, dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh pejabat apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu dari semua syarat alternanif, dan semua syarat kumulatif yang ada.

Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang wajib memperhatikan dengan saksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.

Sebelum mengambil keputusan, pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat


Permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang ditolak apabila:
Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang di hayatinya,

Tidak memenuhi salah satu syarat alternatif dan semua syarat alternatif,

Bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Alasan yang dikemukakan untuk beristeri lebih dari seorang bertentangan dengan akal sehat, dan atau

Ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan, yang dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Penolakan atau pemberian izin untuk beristeri lebih dari seorang dinyatakan dengan surat keputusan pejabat.


Pegawai Negeri Sipil Wanita Tidak Diizinkan Menjadi Isteri Kedua/Ketiga/Keempat.

Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua, ketiga, atau keempat dari seorang pria yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil, maupun seorang pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil.

Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat tidak dapat melamar menjadi calon Pegawai Negeri Sipil.

Pegawai Negeri Sipil wanita yang setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ternyata berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.


Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan Tertentu

Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan Pegawai Negeri Sipil Pria yang akan menikah lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai:

Menteri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Keperesidenan,
Pimpinan Kesekretariat-an Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang bukan merupakan bagian dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Gubernur, dan Wakil Gubernur, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden,

Bupati, Walikota, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri,

Pimpinan/Direksi Bank Milik Negara dan Pimpinan/Direksi Badan Usaha Milik Negara, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden,

Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan/Direksi Badan Usaha Milik Daerah, wajib mempereloh izin terlebih dahulu dari Gubernur/Bupati/ Walikota yang bersangkutan,

Anggota Lembaga Negara/Komisi wajib memper-oleh izin terlebih dahulu dari Presiden,

Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Bupati yang bersangkutan.


Hidup Bersama Di Luar Ikatan Perkawinan Yang Sah

Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah. Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau pria yang bukan suaminya seolah-olah merupakan suatu rumah tangga.

Setiap pejabat yang mengetahui atau menerirna laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diperiksa. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar ikatanperkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


Sanksi

Pegawai Negeri Sipil dan atau atasan/pejabat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, apabila melakukan satu atau lebih perbuatan sebagai berikut.

Tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
perkawinan berlangsung,

Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin tertulis bagi yang berkedudukan sebagi penggugat, atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari pejabat,

Beristeri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin tertulis dahulu dari pejabat,

Melakukan hidup bersama di luar perkawainan yang sah dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya.

Tidak melaporkan perceraiannya kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terjadinya perceraian,

Tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan dilangsungkan,

Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian,

Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.

Pejabat tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama di luar perkawinan yang sah.


Laporan Mutasi Keluarga

Mutasi keluarga adalah semua perubahan yang terjadi pada susunan keluarga Pegawai Negeri Sipil yang meliputi perkawinan, perceraian, kelahiran anak, kematian suami/isteri, dan kematian anak Pegawai Negeri Sipil.

Pegawai Negeri Sipil wajib melaporkan setiap mutasi keluarga kepada pejabat. Dalam rangka penyelenggara-an dan pemeliharaan manajemen informasi kepegawaian setiap pejabat wajib melaporkan setiap mutasi keluarga Pegawai Negri Sipil kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara.


Kartu Isteri/Suami

Kepada setiap isteri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Isteri disingkat KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suarni disingkat KARSU. KARIS/KARSU adalah kartu identitas isteri/suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

KARIS/KARSU berlaku selama pemegangnya menjadi isteri/suami sah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. KARIS/KARSU Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.


Pendelegasian Wewenang

Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungannya serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian izin atau surat keterangan untuk melakukan perceraian atau beristeri lebih dari seorang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d ke bawah dan yang setingkat dengan itu.


Bahan bacaan :

Undang-undang Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan;

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;

Surat Edaran Kepala Badan Admisnistrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Baai Peaawai Negeri Sipil.


Sumber : Kepegawaian RI

Larangan PNS Menjadi Anggota Partai

Pegawai Negeri Sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Upaya menjaga netralitas dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dengan tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik dan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 ditetapkan larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Pengurus Partai Politik. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat

Pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota/dan atau pengurus partai politik harus mengajukan pengunduran diri sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Pengunduran diri tersebut disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Tembusan pengunduran diri disampaikan kepada :

atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV,

pejabat yang bertangggung jawab di bidang kepegawaian,

pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan.

Kewajiban atasan dan pejabat

Atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tempo selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil wajib menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian wajib mengambil keputusan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung Pegawai Negeri Sipil tersebut.

Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima surat pengunduran diri tersebut atasan langsung tidak menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, maka selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya surat pengunduruan diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri. Sipil yang bersangkutan.

Apabila dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri Pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tersebut dianggap dikabulkan.

Pejabat Pembina Kepegawaian sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak pengunduran diri dianggap dikabulkan.

Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil

Tata cara pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri karena akan menjadi anggota/pengurus politik diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan ia mengajukan pengunduran diri, kecuali terdapat alasan-alasan yang sah yang menyebabkan pengunduran diri itu ditangguhkan.

Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota/ pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau sebelum usul pengunduran dirinya dikabulkan, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian karena alasan ini ditetapkan mulai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Tindakan Pegawai Negeri Sipil yang tidak mengajukan pengunduran diri atau sebelum pengunduran dirinya dikabulkan, dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin dan pemberhentiannya dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Penangguhan Pemberhentian

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri ditangguhkan, apabila:

yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang karena diduga melakukan pelanggaran disiplin yang dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil,

yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidakdengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil,
atau

yang bersangkutan mempunyai tanggungjawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya.

Penangguhan pemberhentian yang disebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang, atau karena yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding kepada Bapek seperti dimaksud di atas dilakukan sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penangguhan pemberhentian yang bersangkutan masih mempunyai tanggung jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya dilakukan untuk paling lama 6 (enam) bulan. Dalam hal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri ditangguhkan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian harus memberikan alasan secara tertulis mengenai penangguhan tersebut. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain serendah-rendahnya pejabat struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Hak-hak Kepegawaian

Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Negeri Sipil diberikan hak-haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Bahan bacaan:

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil MenjadiAnggota Partai Politik.

Wajib Pakai Produk Lokal PNS Bisa Tambah 309 Ribu Tenaga Kerja

Dorongan penggunaan produk dalam negeri yang ditujukan kepada lembaga pemerintah yang menggunakan APBN dan APBD oleh pemerintah dipastikan akan mendongkak bertambahnya lapangan pekerjaan baru.

Berdasarkan perhitungan Departemen Perindustrian (Depperin) di dua sektor yaitu produk sepatu dan tekstil setidaknya jika maksimalisasi produk dalam negeri bisa dilakukan dan bisa menekan penggunaan barang impor di dua sektor tadi maka akan ada tambahan 309.000 pekerja.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka (ILMTA) Departemen Perindustrian Ansari Bukhari yang ditemui di Gedung Depperin, Jakarta, Jumat (20/3/2009).

Ia mengatakan di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), jika ketentuan ini efektif setidaknya sekitar 50% dari produk impor ilegal dan legal TPT bisa dialihkan ke produk dalam negeri, sehingga akan ada tambahan 216.000 ton orderan TPT baru. Jumlah itu berasal dari 50% penciutan impor TPT ilegal yang per tahunnya mencapai 312.500 ton dan legal 120.000 ton.

"Maka ada peningkatan kapasitas produksi yang saat ini 1,34 juta ton sebesar 16,1%, akan menambah 209.000 tenaga kerja dari total 1,3 juta tenaga kerja di sektor TPT," jelas Ansari.

Sementara itu disektor sepatu, lanjut Ansari, saat ini dari kebutuhan pasar domestik yang mencapai 235 juta pasang per tahun sebanyak 60% berasal dari impor sedangkan 40% dari dalam negeri. Jika dengan adanya ketentuan kewajiban penggunaan produk lokal, maka diharapkan bisa diubah komposisinya menjadi 40% impor dan 60% dalam negeri maka akan terjadi peningkatan produksi.

Peningkatan produksi yang bisa dicapai sebanyak 47 juta pasang atau senilai Rp 5 triliun, dan penyerapan tenaga kerja baru sebanyak 100.000 orang.

"Ini baru hitungan dari kita dua sektor yaitu masuk kelompok pakaian kerja, belum lagi di 20 kelompok lainnya," jelas Ansari.

Saat ini Depperin telah menyiapkan ketentuan kewajiban penggunaan 470 jenis barang dan jasa bagi belanja pemerintah pusat dan daerah yang menggunakan APBN dan APBD. Sebanyak 470 jenis produk itu mencakup 21 kelompok produk.

Sumber : Detikcom

Pegawai BNP2TKI Melamar ke Depnakertrans

Sedikitnya 71 pegawai negeri sipil di jajaran Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melamar kembali ke Depnakertrans. Mereka mengajukan permohonan kembali ke induk organisasi dengan alasan suasana kerja di BNP2TKI sudah tidak kondusif.

Sekretaris Jenderal Depnakertrans Besar Setyoko di Jakarta, Selasa (3/3), mengungkapkan, pihaknya akan menerima pegawai tersebut karena sebelumnya mereka bekerja di Depnakertrans. "Kami akan menerimanya selama sesuai dengan prosedur," ujar Besar.

Depnakertrans sudah melaporkan hal tersebut kepada Badan Kepegawaian Nasional (BKN). BKN meminta proses pindah PNS dari BNP2TKI ke Depnakertrans mengikuti asas yang berlaku.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno sudah memerintahkan Sekjen Depnakertrans menindaklanjuti permintaan pindah 71 PNS tersebut. Besar Setyoko berharap, BNP2TKI memproses perpindahan tersebut sesuai prosedur agar tidak ada pihak yang dirugikan.

PNS yang sedang dalam proses pindah tersebut kini mengalami berbagai intimidasi. Mereka pun kemudian menyurati Kepala BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat meminta agar proses kepindahan 71 PNS ke Depnakertrans tidak dipersulit. Bahkan, empat pejabat struktural Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi langsung dinonaktifkan tanpa melalui prosedur kepegawaian.

BNP2TKI memiliki 287 PNS. Sebagian besar sebelumnya bertugas di Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans, yang dilikuidasi sejak BNP2TKI berdiri tahun 2007. P ara PNS yang mengajukan pindah tersebut umumnya cukup senior dengan golongan pangkat III dan IV.

Terhadap kondisi itu, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengevaluasi kinerja Kepala BNP2TKI agar program penempatan TKI ke mancanegara, termasuk penempatan berbasis perjanjian antarpemerintah.

"Pegawainya saja sudah tidak percaya dengan pimpinannya. Bagaimana mereka mau mengurusi penempatan puluhan ribu TKI ke luar negeri kalau sudah begini," kata Yunus.

Sumber : Kompasdotcom

Tabungan Perumahan PNS

Tabungan perumahan bagi pegawai negeri sipil diusulkan naik hingga 400 persen


Hal ini guna meningkatkan bantuan uang muka kepemilikan rumah. Usulan kenaikan itu kini dalam tahap pembahasan final.

Kepala Pelaksana Sekretariat Tetap Badan Pengelola Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum PNS) Alisjahbana, di Jakarta, Minggu (1/3), mengemukakan, rencana kenaikan tabungan perumahan telah lama digulirkan dan saat ini sedang dalam tahap finalisasi.

Menurut rencana, besaran tabungan perumahan untuk PNS setiap bulan yakni golongan I sebesar Rp 10.000, golongan II Rp 20.000, golongan III Rp 30.000, dan golongan IV Rp 40.000.

Saat ini, iuran tabungan perumahan PNS setiap bulan untuk golongan I ditetapkan Rp 3.000, golongan II Rp 5.000, golongan III Rp 7.000, dan golongan IV Rp 10.000.

Besaran tabungan perumahan PNS belum mengalami kenaikan sejak tahun 1993. Kenaikan itu, kata Alisjahbana, bertujuan mengoptimalkan bantuan uang muka rumah bagi PNS.

Sumber: Kompas, 1 Maret 2009

Friday, March 13, 2009

Ketua KPK Beri Komentar Tentang Remunerasi PNS

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar memandang, pegawai negeri sipil yang bergaji besar tetapi tidak menunjukkan kinerja baik sama saja telah berperilaku koruptif. Ia menyarankan perlunya perbaikan renumerasi kepegawaian yang berbasis kinerja individu (key performance indicator) di lembaga pemerintahan.

"Kalau Anda udah bergaji gede, tetapi tidak berkinerja (baik), artinya itu perilaku koruptif," tuturnya seusai menghadiri acara "Dialog Alumni Institut Teknologi Bandung", Sabtu (7/3) di Bandung. Menurutnya, perilaku koruptif ini termasuk bagian dari bahaya dan budaya korupsi secara umum di samping potensi dan perbuatan korupsi.

Untuk itu, dalam kesempatan ini, ia mengkritik pelaksanaan sistem renumerasi kepegawaian yang telah dijalankan di sejumlah departemen. Menurutnya, perlu ada suatu perbaikan kinerja PNS yang diikuti pembenahan sistem pengukuran KPI terlebih dahulu sebelum dilakukan penyesuaian renumerasi oleh departemen tertentu.

Tadinya, sewaktu pembahasan, KPK belum ingin (renumerasi). "Bukannya tidak ingin ada perbaikan kesejehteraan PNS, tetapi kami memandang lebih penting kinerjanya itu diperbaiki dulu," tuturnya. Saat ini, KPK tengah melakukan evaluasi terhadap sistem renumerasi yang antara lain telah diterapkan di Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.

"Kalau departemen tetap mau melaksanakannya, silakan saja. Tetapi, akan terus kami pantau," tuturnya. Ia berpandangan, renumerasi atau kenaikan gaji hendaknya tidak dikaitkan dengan posisi jabatan atau eselonsi tertentu. Melainkan, karena capaian kinerja pegawai. Dalam ceramahnya, ia mengatakan, praktik renumerasi ini perlu ditunda dahulu sampai terjaminnya sistem pengukuran kinerja pegawai yang baik. Hal ini membutuhkan waktu setidaknya 10 bulan sampai satu tahun.

Kenaikan penghasilan PNS hendaknya yang berimplikasi langsung ke pelayanan masyarakat. Selain penegak hukum, ia mencontohkan, gaji petugas penjaga rel kereta api hendaknya yang ditingkatkan. "Petugas kereta api kalau kerjanya melamun, memikirkan ongkos anaknya sekolah, ya repot. Nyawa ratusan orang kan bergantung padanya," tutur Antasari.

Keberhasilan Singapura dalam mereformasi birokrasinya, ucapnya, tidak lepas dari perbaikan renumerasi, yaitu penerapan penilaian berbasis kinerja sejak 1952.

Kompas.Com

Kenaikan Gaji PNS Harus Disertai Peningkatan Kinerja

Kesepakatan pemerintah dan DPR menaikkan gaji PNS, anggota Polri, prajurit TNI, dan para pensiunan PNS sebesar 15 persen menjadi salah satu catatan DPR dalam pidato penutupan Masa Sidang III yang dibacakan Ketua DPR Agung Laksono di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (3/3). Agung mengatakan, dengan kenaikan ini, PNS, TNI, dan Polri dituntut bekerja keras.

"Dalam kondisi yang serba prihatin sekarang, kebijakan ini patut disyukuri oleh PNS, TNI, Polri, dan pensiunan. Dengan kenaikan ini, PNS, TNI, dan Polri dituntut bekerja keras, berdedikasi, dan meningkatkan disiplin, di samping tuntutan profesionalisme," demikian Agung Laksono.

Seperti diketahui, gaji terendah PNS naik dari Rp 910.000 menjadi Rp 1,040 juta per bulan. Dewan memberikan catatan, di mana kenaikan gaji tidak berlaku bagi para pejabat negara, yaitu presiden, wakil presiden, menteri, anggota DPR, pensiunan anggota DPR.

"Dewan juga mengharapkan kenaikan gaji di atas laju inflasi tahun 2008 yang mencapai 11,2 persen itu tidak hanya menyesuaikan dengan inflasi tapi juga dapat menaikkan daya beli PNS secara riil," ujar Agung.

Dewan juga meminta ada kebijakan penyesuaian tunjangan fungsional bagi para guru, dosen, dan peneliti juga bisa segera direalisasikan. (ING)

Kompas.Com

Netralitas PNS Dalam Pemilu

Pemahaman netralitas dalam pemilihan umum calon Legislatif dan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu bahwa Pegawai Negeri termasuk PNSsebagai unsur aparatur negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-undang 8 Tahun 1974 jo Undang-undang 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004.



Namun dalam Undang-undang 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-undang 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ditentukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai warga negara dan anggota masyarakat diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye sebagai peserta kampanye.


LARANGAN DAN KAMPANYE

Dalam pasal 84 Undang-undang 10 Tahun 2008 telah diatur tentang pelaksana, peserta dan petugas kampanye, Dalam ayat (2), antara lain disebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan PNS. Dalam ayat (4), dinyatakan sebagai peserta kampanye PNS dilarang menggunakan atribut partai atau atribut PNS. Dan dalam ayat (5), ditegaskan sebagai peserta kampanye PNS dilarang mengerahkan PNS di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

Dari kutipan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa PNS dapat menjadi peserta kampanye dengan beberapa persyaratan. Namun dilarang sebagai pelaksana kampanye. Ketentuan tentang PNS sebagai peserta kampanye dipertegas pula dalam Undang-undang 42 Tahun 2008 pada pasal 41 ayat (1) huruf e, ayat (4), dan ayat (5). Dalam undang-undang yang sama pasal 43, dinyatakan pula bahwa pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Jika PNS diperbolehkan sebagai peserta kampanye sebagaimana disebutkan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu tentang larangan bagi PNS sebagai peserta kampanye. Larangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
• Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
• Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI;
• Menghina seseorang, agama atau suku, ras, golongan, calon dan atau peserta Pemilu yang lain;
• Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
• Mengganggu ketertiban umum;
• Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan atau peserta Pemilu yang lain
• Merusak dan atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;
• Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
• Membawa atau menggunakan tanda gambar dan atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
• Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.
Selain itu beberapa larangan yang langsung berkaitan dengan PNS peserta kampanye, yaitu:
• Dilarang menggunakan atribut partai atau pakaian seragam dan atribut PNS;
• Dilarang mengerahkan PNS dilingkungan kerjanya, dan dilarang menggunakan fasilitas negara;
• Tidak memihak dan memberikan dukungan kepada Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Tidak boleh menjadi Tim Sukses dari Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Tidak boleh mengikuti kampanye pada waktu jam kerja;
• Tidak boleh menyimpan dan menempelkan dokumen, atribut, atau benda lain yang menggambarkan identitas Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Dilarang melakukan tindakan atau pernyataan yang dilakukan secara resmi yang bertujuan mendukung Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden.

Berkaitan dengan sikap PNS yang terlibat dalam pencalonan legislatif seperti yang ditentukan dalam Pasal 12 huruf k Undang-undang 10 Tahun 2008, bahwa untuk menjadi anggota DPD, antara lain dinyatakan PNS harus mengundurkan diri sebagai PNS yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali. Begitupun untuk menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, PNS harus mengundurkan diri sebagai PNS yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali.



Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan, bahwa PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai PNS. Lebih lanjut
dinyatakan, bahwa PNS yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai PNS. Dan PNS yang mengundurkan diri, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Sedangkan PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus parpol tanpa mengundurkan diri sebagai PNS, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.





SANKSI DAN PERAN PEJABAT PEMBINA KEPEGAWAIAN



PNS yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan sebagaimana yang disebutkan di atas, dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian instansi pusat dan daerah bertanggungjawab untuk segera mengambil tindakan apabila terdapat PNS dilingkungannya yang melakukan pelanggaran terhadap netralitas PNS.



Berkaitan dengan prinsip netralitas PNS dalam Pemilu, baik untuk Pemilu calon Legislatif maupun calon Presiden dan Wakil Presiden, semua Pejabat Pembina Kepegawaian instansi pusat dan daerah bertanggungjawab mensosialisasikan ketentuan prinsip netralitas tersebut bagi semua PNS dilingkungannya. Pejabat Pembina Kepegawaian diharapkan juga turut mengawasi implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pemilihan umum calon Legislatif, calon Presiden dan Wakil Presiden.



HARAPAN



Pemilhan Umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat bertujuan untuk menghasilkan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Sebagaimana makna “kedaulatan berada di tangan rakyat”, dalam hal ini rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Semoga apa yang menjadi cita- cita Bangsa sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 dapat tercapai untuk kemajuan bangsa, sehingga Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara maju di dunia.